Banyak orang beranggapan bahwa foto tersebut telah di-set sedemikian rupa, baik pencahayaan maupun komposisinya. Fotografer Paul Hansen menjelaskan teknik yang dia gunakan. Dia memotret menggunakan format “RAW’ dan Hanya dengan menggunakan satu frame, dia menggunakan alat bantu perangkat lunak dan memproduksi beberapa versi foto dengan beberapa variasi tonal, beberapa dengan kontras tinggi, kontras rendah. Variasi foto tersebut dikombinasikan sehingga foto memiliki range tonal yang lebih kaya dari format “RAW”. Teknik yang digunakan sering dikenal dengan High Dynamic Range atau foto HDR.
Mengenai tanggapan negatif pada foto tersebut, Hansen mengatakan bahwa foto tersebut bukanlah palsu atau dibuat-buat!”. Teknik HDR ini biasanya menggunakan lebih dari satu frame dari satu subyek yang sama, tetapi hebatnya Hansen hanya menggunakan satu frame dalam foto tersebut.
Santiago Lyon, Ketua juri kompetisi World Press yang juga sebagai direktur fotografer di Associated Press mengatakan bahwa teknik maupun post processing yang dilakukan Paul Hansen bisa diterima, kecuali jika proses yang dilakukan adalah merubah realita foto dengan cara menambah atau mengurangi elemen-elemen dalam foto mereka.
Kesimpulannya teknik-teknik post-produksi yang sedikit ekstrim seperti HDR, sekarang diperbolehkan dalam kompetisi foto jurnalisme. jadi siapa bilang fotografer dilarang menggunakan perangkat lunak editting gambar? menurut kami selama tidak merubah realita gambar yang ada.. kenapa tidak? We live in digital photography world.. š